Tentang fase hidup yang penuh aktivitas, penuh pencapaian kecil, tapi tetap terasa seperti tidak bergerak ke mana-mana. Mungkin bukan karena kita tidak maju, tapi karena tidak tahu ke mana seharusnya kita melangkah.
Jam 8 pagi itu, saya sudah bersiap berangkat kerja ke kawasan Kemang, Jakarta Selatan, kantor saya waktu itu. Nunggu Kopaja 605A sambil minum teh botol di depan halte. Nanti pulangnya, sekitar jam 10 malam bahkan bisa lebih. Itu setiap hari, kadang sabtu dan minggu, juga masuk, utamanya kalau lagi ada acara konser yang sedang dipersiapkan. Sibuk dan kadang terlalu sibuk, mulai dari negosiasi dengan booking agent dari artis mancanegara yang akan perform di Indonesia, buat proposal sponsor, meeting dengan calon sponsor, vendor pendukung acara, kadang ke Kepolisian untuk ngurus perizinan dan banyak lagi. Kantor saya di era 90-an fokus untuk membuat pertunjukan atau konser dengan bintang utama adalah artis mancanegara, kebanyakan sih dari Amerika atau Eropa.
Tapi di tengah semua kesibukan itu — kerjaan, project, deadline, meeting dan seterusnya, saya jujur aja, melakukan semuanya itu seperti sebuah kewajiban, seperti sesuatu yang harus aja dikerjakan, tanpa ada sesuatu dari dalam hati yang mendorong saya, yang membuat saya merasa bergairah, bersemangat. Jadi kalau orang lain melihat saya sibuk banget, iya benar, sibuk banget! Capek banget ? Iya capek banget! Tapi, saya nggak bisa menjawab pertanyaan, “kamu lagi mau bawa kemana hidup kamu dengan semua yang kamu kerjain sekarang ini?”
Dan itu bikin hati jadi gelisah.
Nggak sedikit dari kita yang merasa bahwa kita sedang produktif, kita lagi bergerak, karena iya benar, memang tubuh kita terus melakukan sesuatu. Tapi di dalam hati, di dalam pikiran, sebenarnya kita lagi diam, atau mungkin kita lagi berputar, tapi sayangnya, kita berputar di tempat yang sama. Jadinya, nggak heran, kalau secara emosional terasa datar, ngerasa stagnan meskipun jadwal kegiatan kita sebenarnya banyak, meskipun pekerjaan kita juga bagus, meskipun ada beberapa pencapaian baik kecil atau besar dari pekerjaan yang kita jalankan, tapi kita merasa nggak ada yang istimewa buat diri kita, Ini nih yang sering disebut sebagai “kehidupan yang kosong.”
Masalah sebenarnya bukan pada aktivitasnya, tapi ada di ketidakjelasan pada arahnya hidup kita. Ini mungkin sama seperti saat kita sekolah dulu, waktu SMP atau SMA. Kita cenderung melakukan, sekolah terus setiap hari, ngerjain tugas dan hal – hal lain yang perlu kita kerjain, tapi sebenarnya kita nggak punya bayangan arah hidup kita ini sebenarnya mau dibawa kemana. Coba kalau dari usia segitu, kita sudah terbiasa untuk dilatih menjawab pertanyaan mengenai arah hidup, kejelasan hidup, gambaran tentang masa depan seperti apa yang kita mau capai, atau profesi apa yang nanti mau kita geluti, mungkin kehidupan kita di masa sekarang ini, setelah dewasa, jadi makin ajeg dengan arah hidup.
Tapi yang terjadi sekarang ini adalah, kebanyakan dari kita nggak tahu sebenarnya kita ini lagi ngejar apa ? Kita ini lagi membangun apa ? Kita ini, ingin-nya hidup kita bermuara dimana ? Karena ini seperti kita dikasih peta dan kompas dalam sebuah tour, tapi kita nggak tahu tujuan tour itu mau kemana, ya jadi terasa lelah hayati 🙂 Karena nggak punya tujuan yang jelas, maka, semua tindakan yang membuat kita sibuk dan semua pencapaian yang mungkin kita capai, terasanya jadi hambar. Dan kurang ajarnya lagi, sebenarnya kita merasa nggak nyaman dengan semua kesibukan itu, tapi kita malah memperbanyak kesibukan — sebagai bentuk pelarian dari perasaan nggak nyaman itu. Padahal, yang kita butuhin bukan makin sibuk. Tapi makin jelas.
Satu – satunya yang jadi alasan pembenaran yang masuk dalam logika kita adalah : Kita perlu uang!
Karena kita bekerja dan sibuk dengan semua hal yang kita lakukan dalam bidang pekerjaan apapun yang kita geluti, adalah bagian dari sebuah tugas mulia, memenuhi kebutuhan dasar, buat makan diri sendiri, buat keluarga dan seterusnya. Tapi bayangin, kalau kita punya arah yang jelas dengan apapun pekerjaan yang kita lakukan, mungkin akan banyak terjadi pergeseran.
Kalau pekerjaan yang dilakukan selaras dengan arah yang kita mau, maka, saat melakukannya pun, kita kerjanya dengan penuh gairah, semangat dan hasil pekerjaannya pun akan beda. Tapi, kalau pekerjaan yang dilakukan sekarang, adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan arah hidup kita, tapi kita terpaksa melakukannya, karena nggak ada pilihan lain – paling nggak sementara waktu – ya dikerjakan juga dengan baik, dengan semangat, sambil mulai mengarahkan diri di sela waktu luang untuk bidang yang selaras dengan arah hidup yang kita mau.
Kita bisa juga menyusun rencana jangka panjang, misalnya, ketika sudah mencapai tabungan dari gaji, dalam jumlah tertentu, saya akan resign dan membangun usaha yang saya suka. Atau, mungkin sambil kerja, sambil kuliah lagi untuk membuat hal – hal yang related sama arah hidup kita jadi mulai terarah. Jadi sambil kerja, nerima duit gajian, juga belajar tentang bidang lain yang sesuai arah hidup.
Bagian ini jadi banyak kemungkinannya, bukan banyak lagi malah, jadi nggak terbatas! Dan kemungkinan yang bisa terbuka ini, datang dari satu hal, punya kejelasan dalam hidup, tentang apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup, kita tahu dengan pasti hidup kita ini akan dibawa kemana.
Untuk membuat kemungkinan – kemungkinan yang ajaib terjadi dalam hidup kita, cuma dibutuhkan waktu untuk rehat.
Kalau kamu lagi ngerasa, kehidupan kosong, seperti kisah saya diatas, nggak usah gelisah dan khawatir terlalu lama, apalagi ngerasa bahwa hal yang lagi kamu alami ini hanya kamu yang mengalami-nya seorang diri. Nggak! kamu nggak sendirian. Banyak orang – orang yang mengalami hal yang serupa, tapi nggak sedikit dari mereka yang jadinya memilih untuk mengabaikannya, memilih untuk tetap berada di tempat yang sama, menekan perasaan – perasaan yang katanya nggak jelas itu dengan terus menyibukkan diri.
Termasuk saya juga mengalami hal yang bikin saya jadi bertanya – tanya tentang kehidupan kosong yang saya jalanin dulu. Baca buku motivasi, ikut seminar dengan pembicara seorang motivator yang bikin jadi bersemangat, iya benar jadi semangat, tapi nggak bertahan lama, karena akar dari masalahnya ada di dalam dan belum disentuh.
Makanya saya bilang, yang kita butuhin adalah rehat, berhenti sejenak, memberanikan diri untuk duduk diam, ngobrol sama diri sendiri lewat menulis journal, termasuk nanya ke diri sendiri: “Saya lagi mau ke mana sih sebenarnya?” — dan pelan-pelan, jawabannya muncul. Saya dokumentasikan proses refleksi itu dalam sebuah ebook bernama Ebook Anti Bingung. Kamu bisa baca 3 bab pertamanya gratis. Klik tombol BACA EBOOK untuk dapat akses-nya.
Sebagai pengingat, Kita boleh sibuk atau boleh santai, kita juga boleh jalan cepat atau lambat, yang penting adalah Kita perlu tahu ke mana kita mau melangkah. Sekali kita tau kemana-nya, maka cara kita untuk kemana-nya, seberapa cepat kita untuk kemana-nya, seberapa sulit tantangan-nya pun, akan jadi sesuatu yang menyenangkan untuk dijalanin. Sepakat nggak ?